Relasi antara kepercayaan masyarakat dengan pola pengelolaan hutan

Administrator 17 Maret 2021 13:23:18 WIB

Tulisan ini sebenarnya saya buat ketika saya masih sibuk dengan tugas-tugas akademik, beberapa hari yang lalu sempat membuka file lama dan menemukan tulisan yang memang saya buat untuk memenuhi tugas akademik. Dalam tulisan ini hanya sekedar analisis awam saya yang melihat fenomena di lingkungan sekitar tempat saya tinggal. Apabila dalam tulisan ini tidak berkenan dihati pembaca, saya selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya karena tulisan ini hanya luapan pemikiran saya yang masih awam.
Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan  dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Suatu budaya yang ada pada masyarakat biasanya akan diturunkan kepada generasi-generasi penerus mereka. Budaya yang disampaikan pada mereka biasanya telah dibumbui dengan banyak tambahan cerita yang sengaja dibuat-buat oleh nenek moyang supaya generasi penerus tersebut dapat mempercayai apa yang telah menjadi budaya tersebut.
Salah satu contoh fenomena kebudayaan yang dapat saya kemukakan disini adalah kebudayaan di Dusun Bedil wetan, Desa Rejosari,  Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang menunjukkan bahwa kelestarian hutan sangat berkaitan erat dengan adanya kepercayaan dan tata nilai adat yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Sistem nilai adat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha pelestarian lingkungan (khususnya hutan). Kebudayaan yang dianut masyarakat setempat ialah terpusat pada sebuah pohon besar yang terletak di dekat sungai (kurang lebih 10 meter dari pinggir sungai). Masyarakat setempat mempercayai bahwa keberhasilan pertanian mereka karena pohon besar tersebut memberi keberkahan pada lahan para petani setempat. Ada 2 pohon beringin (Ficus sp) besar yang menjadi pusat kebudayaan tersebut. Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah “Resan”. Setiap tahun masyarakat di dusun Bedil wetan tersebut akan merayakan sebuah pesta yang disebut Rasulan sebagai rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapat hasil panen yang lebih baik. Acara rasulan ini biasanya dilaksanakan pada bulan-bulan setelah masyarakat memetik hasil panen dari lahan mereka. Pada acara tersebut ada juga rangkaian kegiatan yang juga menjadi inti dari acara tersebut yaitu pembersihan sekitar pohon besar dekat sungai tersebut. Kesan pembersihan ini bukan berarti masyarakat sekitar menyembah pohon tersebut namun mereka hanya membersihkan lingkungan dekat sungai dan juga sekitar pohon tersebut. Semua masyarakat setempat telah memeluk agama Islam semua, sehingga mereka sebenarnya juga tahu apa yang tidak boleh dilakukan oleh mereka terkait dengan pohon beringin besar tersebut.
Menurut analisis awam saya sebenarnya apa yang telah dilakukan masyarakat tersebut ada kaitannya dengan pelestarian lingkungan, yaitu menjaga pohon yang berjarak dekat dengan sungai perlu untuk dilindungi. Hal tersebut sesuai dengan ilmu konservasi yang saya peroleh bahwa daerah 100 meter dari kiri kanan sungai merupakan daerah konservasi yang perlu dilindungi. Namun karena sifat budaya yang turun temurun tersebut maka hal tersebut menjadi semacam mitos yang membuat masyarakat setempat tidak mengetahui apa arti perlindungan yang mereka lakukan terhadap pohon beringin besar tersebut. Selain itu pembersihan lingkungan sekitar pohon dan sungai menurut saya hal tersebut adalah salah satu upaya nenek moyang untuk melestarikan budaya gotong royong, bekerja sama dan menjalin hubungan sosial diantara sesama warga masyarakat. Para nenek moyang mengatakan bahwa pohon beringin besar tersebut ada penunggunya, hal tersebut bisa dikatakan merupakan salah satu cara untuk menakut-nakuti generasi penerus supaya mereka tidak menebang pohon yang berada di dekat sungai tersebut. Hasil analisis saya sebagai orang awam, hal inilah yang menjadi inti dari adanya hubungan kebudayaan dengan pengelolaan hutan. Bahwa kita sebagai manusia yang masih bergantung pada alam perlu untuk selalu melestarikan lingkungan dengan tidak menebang pohon secara sembarangan apalagi didekat sungai yang merupakan kawasan konservasi.
Dengan demikian, maka hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya sangat besar pula dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pola-pola kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Dengan adanya hubungan tersebut maka pengelolaan hutan akan menjadi sebuah budaya yang mampu meningkatkan kelestarian hutan.
 
Sabrina Wulandari, S.Hut | Sekdes Rejosari
Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung